Beberapa minggu yang lalu aku bertemu dengan teman SD yang
sudah lama tidak bertemu. Saat itu dia berkata, “Kalau perempuan itu rugi ya,
sekolah tinggi-tinggi, pinter, pada akhirnya juga cuma di rumah, momong anak.”
Kenapa kok rugi, justru anaknya yang
beruntung, di rumah dididik oleh ibu yang pinter, yang rugi justru si anak yang
ibunya sarjana tapi di rumah dididik sama pembantunya yang hanya lulusan SD.
Maaf sebelumnya, ini bukan masalah mendiskriminasikan
lulusan apa anda.... Dari lulusan manapun saya yakin kita bisa menjadi “a good
mom.” Hanya saja justru saya merasa kasihan sama teman saya itu karena pola
pikirnya yang , maaf, “masih segitu.”
Di SD saya selalu juara satu dari kelas 1-6, masuk SMP 1
Imogiri, SMP favorit di daerahku, masuk STM Pembanguan Yogyakarta (Stembayo),
sekolah kejuruan favorit di Jogja bahkan di Indonesia, mengambil jurusan
Geologi Pertambangan.
Geologi Pertambangan A, 4 cewek, 27 cowok. What an amazing moment... |
Saat memutuskan masuk sekolah di STEMBAYO, saya mengambil
jurusan yang saya sukai bidangnya, geologi (dan juga karena ada beasiswanya), walaupun
dari awal juga saya berfikir bahwa mungkin saya tidak akan bekerja di bidang
tersebut, tapi ilmu soal bumi dan isinya selalu membuat saya terpesona, bahkan
sampai sekarang saya tetap senang mengikuti ilmu pengetahuan alam, walaupun
hanya dari National Geographic atau dari internet. Selama di Stembayo, bukan
hanya ilmu yang ada di buku saja yang saya pelajari, tapi juga ilmu tentang
kepemimpinan, organisasi, kerjasama, perjuangan dan kepribadian. Benar-benar tempat
menempa diri. Sampai saat ini saya masih
berfikir, itulah tempat sekolah terbaik yang pernah saya dapatkan.
Kerja di Batam 2 tahun, sempat kursus bahasa Inggris dan
komputer, mendapat beasiswa sekolah ekonomi karena berhasil menjuarai salah
satu lomba modeling, tapi sayangnya tidak bisa saya ambil karena jadwalnya yang
tidak sesuai dengan jam kerja. Mendapat promosi dari kantor, tapi saya tetap
memutuskan pulang karena telah mendaftar sekolah desain grafis karena memang
hobi mendesain, kemudian mengambil jurusan bahasa Inggris penterjemahan di UT
(yang ini belum sempat selesai).
Sebelum menikah saya sering mengikuti seminar tentang
pendidikan dan kesehatan anak. Sampai sekarang kalau ada kesempatan saya masih
menyempatkan diri ikut seminar ini-itu jika memang temanya saya suka dan
lokasinya dekat.
Buat saya, sekolah, mencari ilmu itu bukan semata-mata kalau
selesai sekolah dari sini nanti kamu mau jadi apa? Bisa kerja apa? Buat saya,
sekolah itu bukan sekedar sebagai alat atau penunjuk arah akan ke mana kita,
tapi sebagai “kekayaan diri.”
Jika dia bilang “rugi sekolah tinggi-tinggi“ buat saya
kenapa rugi, semua ilmu yang saya dapatkan adalah “kekayaan” saya yang bukan
hanya berguna untuk saya, tapi juga anak-anak saya, dan mungkin juga untuk
orang-orang di sekitar saya.
Saya sering terpesona dengan diri saya sendiri mendapati
ternyata “saya lebih berilmu” dibanding ibu-ibu yang lain. Di saat ibu-ibu lain
kewalahan menjawab pertanyaan anaknya, aku bisa menjawabnya dengan baik sesuai
usianya, di saat anak-anak lain belajar ilmu dari sekolah, aku bisa mengajarkan
ilmu yang lain yang belum didapatkannya di kelasnya, bahkan kadang-kadang suami
juga bertanya tentang suatu hal apakah tentang desain, rumah, konstruksi, atau
hal lain yang saya lebih tahu.
Sekolah pinter-pinter, ngapain nggak kerja?
Dari lulus
sekolah, alhamdulillah saya selalu mudah mendapatkan pekerjaan yang saya sukai (bukan
terpaksa kerja di tempat yang bisa menerima saya). Gaji saya juga, walaupun
nggak banyak sekali, tapi selalu lebih jika dibandingkan karyawan lain ditempat
kerja saya.
Baca juga : Rahasia awet muda
Saat kelahiran anak pertama, kantor menawarkan kenaikan gaji
dan biaya penitipan anak ditanggung kantor agar saya tidak mengundurkan diri,
tapi saya tetap memutuskan keluar. Saat kelahiran anak ke dua, sebelum berhenti
kerja, kompetitor kantor menawarkan gaji yang lebih tinggi dan fasilitas lebih
untuk saya. Tapi akhirnya saya juga memutuskan berhenti. Momong anak.
Kok nggak cari “rewang” saja biar anaknya bisa ditinggal
kerja.
Waktu masih tinggal di Kasongan, di lingkungan perumahan, banyak ibu-ibu
bekerja, anaknya sama “mbaknya” atau “mboknya”. Melihat mereka menjaga
anak-anak majikannya, kok kasihan anaknya ya kalau saya. Ada yang ditinggal
kencan, ada yang dipanggil dengan panggilan yang jelek (padahal nama pemberian
dari orangtuanya sudah bagus), ada yang bla-bla-bla... kadang simboknya “berkicau” ke tetangga, gaji
nggak seberapa, kerjaan seabreg nggak habis-habis, belum lagi, untuk saya pribadi, urusan rumah
biarlah tetap ada di dalam rumah, kalau ada “rewang” urusan dalam rumah
bisa-bisa bocor sampai mana-mana. Alasan lain lagi, saya bukan termasuk orang
yang mudah mendelegasikan kewajiban saya untuk dikerjakan orang lain. Apa yang
bisa kukerjakan ya harus dikerjakan sendiri.
Strong mom, strong family... |
Sudah menjadi hal yang umum bagi seorang wanita yang mampu
“berkarir lebih” akan menjadi “galau” saat harus memilih untuk tetap bekerja
atau berhenti kerja dan fokus mengurusi keluarganya. Saya beruntung masih bisa memilih
kedua-duanya, walaupun pada akhirnya saya memilih keluarga. Buat saya pribadi,
tanggung jawab yang lebih besar untuk keluarga yang membuat saya
mengesampingkan ego saya dan pada akhirnya saya memutuskan untuk menjadi full
mom.
Memang masih banyak orang yang berpandangan rendah terhadap
“pekerjaan” ibu rumah tangga, dan menganggap kerja kantoran lebih keren. Tapi
kembali lagi bahwa buat saya itu adalah sebuah pilihan. Mungkin suatu saat saya
akan bekerja di luar, tapi untuk saat ini cukuplah atas apa yang saya peroleh
dari rumah.
Tapi jangan salah,
menjadi ibu rumah tangga juga tetap bisa berpenghasilan kok, bahkan kadang-kadang bekerja dari rumah bisa berpenghasilan lebih tinggi dari pada ibu bekerja di luar. Bisa menjadi penulis,
membuat handikraft, membuat kue dititipkan di warung, dan lainnya. Momong anak
sambil tetap berpenghasilan.
Bagi momi-momi bekerja, tentunya juga masih bisa meluangkan
waktu untuk anak-anaknya.
Ayo momi... bagikan ilmu kita terutama untuk anak-anak
kita.... kalau bukan kita yang yang mendidik anak kita sendiri, siapa lagi....
==============================================
Cek juga tutorial menghias tumpeng : https://youtu.be/8YAUsn770A8
Baca juga : Buket Wisuda
Baca juga : Buket Uang
Baca juga : contoh-berbagai-macam-mahar-pernikahan
Baca juga : Contoh seserahan/mahar part 1
===========================================
Cek ig saya yang berisi tentang buket dan craft yang lainnya : Gabah Craft & Creative
Youtube Tutorial Craft : Syua Mada Craft & Creative
Youtube tentang perjalanan, budaya dan wisata : Syua Mada
Youtube tentang lirik lagu barat : Syua Mada Lirik
No comments:
Post a Comment