Total Pageviews

Wednesday, January 12, 2011

SUKSES, DEVINISI SUKSES YANG BERAGAM



Sukses itu apa sih sebenarnya? Kapan seseorang bisa dikatakan sukses. Bagi banyak orang sukses bisa dibilang pada saat ia berhasil meraih sesuatu. Sukses berada pada saat kita berhasil mencapai sesuatu. Kerja dengan penghasilan tinggi, punya rumah mewah, mobil, simpanan yang melimpah, atau berhasil membiayai anaknya hingga mendapatkan gelar sarjana, kalau perlu lulusan Perguruan Tinggi luar negeri. Banyak orang bilang, ah… yang penting kan hasil akhirnya.
Ya. Itu mungkin pendapat bagi sebagian besar masyarakat. Sukses adalah hasil akhir yang kita dapatkan setelah bersusah payah mencapainya. Dan sejauh pengamatan saya, itu pula yang ditanamkan ke otak anak-anak sejak kita kecil.
Bagi saya tidak. Sukses itu bukan pada saat kita berhasil meraih sesuatu, atau mencapai sesuatu. Sukses itu berada pada saat perjalanan itu berlangsung, ketika kita berjalan ke arah tujuan kita. Sukses adalah sebuah proses itu sendiri.
Dia bilang, saya sukses, saya punya rumah mewah, mobil saya banyak, harta saya melimpah. Tapi bagaimana cara dia mendapatkannya?  Apakah dengan kerja keras? Melalui tahapan-tahapan sebagaimana mestinya, atau bagaimana?  Jika diruntut dari awal mungkin begini.
Saat kita kecil apakah orang kita mendidik kita untuk selalu berbuat jujur, bisa membedakan mana yang baik dan buruk, tahu yang mana hak dan kewajiban kita, tanggung jawab kita. Saat di bangku pendidikan orang tua kita bangga jika kita jadi juara kelas. Tapi bagaimana prosesnya? Beberapa anak dilahirkan dengan bakat pandai tanpa perlu bersusah payah belajar. Bagaimana dengan yang lain. Apakah dia mau belajar dengan tekun, ataukah karena desakan orangtua yang membuat dia harus jadi juara, apapun jalannya, belajar giat atau mencontek saja. Bagaimana dengan orang tuanya. Apakah dia mau memberikan kepercayaan kepada anaknya untuk belajar, ataukah demi tujuan tertentu ia memberi bingkisan kepada wali kelas agar anaknya diluluskan.
Saat kuliah. Saat pendidikan dasar atau menengah, kita sebagai orang tua masih bisa mengontrol anak kita. Guru dan wali murid masih bisa memberikan laporan evaluasi tentang bagaimana anak kita di sekolah. Tapi bagaimana saat ia memasuki masa kuliah. Dosen tentu merasa tidak perlu memberi tahu kita kalau ternyata anak kita sering membolos. Nilai ujian baik? Ah itu sih gampang, bisa dimanipulasi. Ada komputer yang pintar memperbaiki nilai. Bagaimana pergaulannya? Anak saya kuliah di rantau, saya percaya kok sama dia. Hmm… baiklah. Lulus kuliah? Orang tua hanya tahu kapan wisudanya, bagaimana nilainya. Bagaimana cara dia mendapatkan kelulusannya? Orang tua tak perlu tahu.
Saat bekerja. Kita sering mendengar atau bahkan kita sendiri  juga ikut menggembar-gemborkan kata-kata, “ Berantas korupsi, bla, bla, bla.” Tapi, bagaimana kalau kita sendiri yang sedang berada di posisi tersebut. Korupsi bisa menyusup dari mana saja dan dalam bentuk apa saja. Bahkan dalam bentuk yang paling halus sekalipun. Saya bukannya bilang saya tidak pernah korupsi. Saat sekolah dulu, saya diberi uang sekolah oleh ibu saya, tapi ternyata berkurang untuk saya pakai yang lain. Saya bilang ke ibu saya uang itu sebagian saya pakai untuk ini atau itu. Saya tidak perlu bohong, kalaupun uang itu saya pakai jajan misalnya.  Walaupun saya sudah mengatakan yang sebenarnya, tapi tetap saja saya merasa bersalah kepada ibu saya.  Saat dipercaya membawa uang, ada saja yang menggelitik kita untuk memakainya. “Ah pinjam sebentar, nanti juga saya kembalikan.” Sampai akhirnya menumpuk tanpa tahu cara mengembalikannya. Tergoda proyek sana-proyek sini untuk menutupi tuntutan hidup yang tiada henti. Harus punya ini-punya itu agar orang-orang tahu bahwa kita adalah orang yang sukses.
Hmm … Stop it.
Hati nurani kita tentu tidak akan bisa berkata dengan bangga, anakku sukses, jika dalam proses pencapaiannya menghalalkan segala cara. Pulang, lulus kuliah, bukan perasaan bangga yang kita bawa, hanya selembar ijazah, tanpa perasaan. Biasa-biasa aja tuh. Sukses dengan rumah mewah, harta melimpah, tapi selalu dikejar-kejar perasaan bersalah (bahkan mungkin juga dikejar-kejar polisi).  Itu kah hasil akhirnya.
Kita akan merasa bangga jika dalam proses pencapaiannya kita lakukan dengan sebagaimana mestinya. Kita bisa berkata sukses jika dalam proses pencapaiannya kita lakukan dengan penuh tanggung jawab. Saya percaya kita menjalani itu, selama itu pula kesuksesan akan kita dapatkan.
Saya bukan orang yang berkesempatan kuliah sampai tinggi, saya juga bukan orang yang kaya. Tapi sejauh ini saya merasa bangga dengan pencapaian saya. Saya bangga dengan orang tua saya sehingga saya bisa berada di sini sekarang.
Dan sebagai orang tua baru, seorang ibu baru, saya merasa perlu menyampaikan kepada anak-anak saya, bahwa sukses bukanlah sebuah nilai bagus yang harus kita dapatkan, bukan kekayaan dan kejayaan yang ada di tangan kita. Tapi sukses adalah saat kita melewatinya dengan indah. Hasil akhir. Hasil akhir bukan pada saat kita ada di dunia, tapi pada saat kita telah menghadap Tuhan, mempertangungjawabkan semuanya, dan menerima imbalannya. Itulah hasil akhir.   

***************
 
==============================================

Cek juga tutorial menghias tumpeng : https://youtu.be/8YAUsn770A8

Baca juga : Buket Wisuda

Baca juga : Buket Uang  

Baca juga : contoh-berbagai-macam-mahar-pernikahan

Baca juga : Contoh seserahan/mahar part 1

 

===========================================

Cek ig saya yang berisi tentang buket dan craft yang lainnya : Gabah Craft & Creative

Youtube Tutorial Craft Syua Mada Craft & Creative

Youtube tentang perjalanan, budaya dan wisata : Syua Mada

Youtube tentang lirik lagu barat : Syua Mada Lirik

 

No comments:

Post a Comment