Tulisan ini merupakan pengalaman pribadi keluarga saya, yang saya ingin bisa menjadi pelajaran dan contoh terutama agar anak mau berbicara kepada kita selaku orangtua dan kita juga mau mendengarkan secuil info dari mereka yang mungkin itu sebenarnya adalah puncak dari sebuah gunung es.
Sejak dari anak-anak masih kecil, saya sudah menyampaikan masalah pendidikan seks anak, salah satunya, mana yang boleh disentuh dan mana yang tidak boleh disentuh orang lain. Saya selalu mengatakan kepada mereka untuk berani mengatakan sesuatu yang menurut mereka, membuat mereka merasa tidak nyaman, terkait dengan perilaku orang lain terhadap mereka. Juga terutama karena mereka anak perempuan, saya selalu berusaha agar mereka mau terbuka kepada saya, untuk terbiasa mau bercerita tentang apa saja.
Saya juga selalu mengingatkan jika ada orang lain, di mana saja, siapa saja, yang membuatnya merasa tidak nyaman, walaupun dia mengancam sesuatu, maka dia tetap harus mengatakan kepada kami, orangtuanya, terutama saya sebagai ibunya.
Sebenarnya bukan hanya hal-hal yang membuat mereka merasa tidak nyaman saja yang bisa mereka ceritakan kepada saya, biasanya sepulang sekolah saya juga sering menanyakan tentang kabar mereka tentang sekolah hari itu, misalnya tadi bermain dengan siapa, main apa, bagaimana perasaanmu, bagaimana temanmu, pengalaman apa yang terjadi hari ini di sekolah dan lainnya, yang biasanya justru bukan masalah pelajaran.
Suatu saat anak saya yang saat itu sudah kelas 1 SMP, mengatakan, dia merasa tidak nyaman saat mengantarkan minuman untuk tukang, di mana salah seorang tukang tersebut “menatapnya” dengan aneh. Memang saat itu ada beberapa tukang yang sedang bekerja di rumah kami. Dari situ kami tidak pernah lagi menyuruh dia berada di dekat orang tersebut.
Baca juga : Rahasia awet muda
Pada kesempatan yang lain, dia mengatakan bahwa salah satu bapak gurunya ada yang berbuat tidak menyenangkan terhadapnya, dia mengusap pundak dan punggungnya. Dan dia merasa itu tidak seperti jika orangtua memegang pundak ke anaknya atau sejenisnya, yang jelas dia merasa tidak nyaman dan sangat terganggu.
Dari laporannya itu saya langsung mengatakan kepadanya, bahwa mungkin gurunya itu mengalami kelainan. Saya tanya bagaimana orang itu jika dengan anak-anak lain. Katanya memang gosipnya dia suka memegang anak-anak perempuan. Dari situ saya menyimpulkan kalau memang guru itu pasti punya kelainan seksual. Dia predator. Dan pasti banyak anak-anak lain yang jadi korbannya tapi tidak ada yang berani bertindak.
Dari situ saya kemudian menyuruhnya untuk mengumpulkan bukti-bukti, saya suruh dia mencari siapa-siapa saja yang pernah “diganggu” oleh bapak itu, dari mulai kelas satu (saat itu dia baru kelas satu) sampai kelas tiga. Ada memang yang mengatakan bahwa itu hanya gosip, tetapi akhirnya dia berhasil mengumpulkan puluhan bukti, yaitu berupa tulisan, si anak menulis di kertas, nama, alamat dan kejadian apa yang pernah dilakukan oleh bapak itu terhadapnya.
Beberapa di antaranya ada yang menuliskan bahwa dia disuruh memegang kemaluan si bapak, sikunya digesek-gesek ke kemaluannya, dan dia merasa tidak terima diperlakukan seperti itu. Ada yang dipegang pundak sampai payudara, dibuka roknya kemudian di raba-raba dll. Mohon maaf kalau ini vulgar. Yang jelas dia melakukan pelecehan seksual ke anak-anak tersebut.
Ada juga beberapa yang berupa screenshot WA dari bapak tersebut yang menyerempet hal-hal yang membuat tidak nyaman. Misalnya saat itu si anak sedang bersama siapa di rumah, apakah dia sendiri. Ada yang di WA, kenapa kamu tidak duduk di belakang, kamu kan gedhe… apa maksudnya coba.
Dari kumpulan bukti-bukti tersebut dapat disimpulkan bahwa bapak itu pasti sudah lama melakukan hal-hal tersebut, dan pasti banyak dari siswi-siswi yang sudah lulus yang pernah menjadi korbannya. DAN HAL ITU TIDAK BISA DIBIARKAN.
Bukti-bukti itu kemudian dikumpulkan dan diserahkan ke pihak BK sekolah oleh anak saya. Tetapi setelah beberapa hari ditunggu kok tidak ada perkembangan atau kabar apapun. Kemudian akhirnya kami memutuskan bahwa ayah harus menyusul ke sekolah untuk mengurus hal ini. Kenapa bukan saya yang sejak awal gencar mengejar hal ini? Karena saya feminis, dan yang pasti saya pasti akan sangat emosional jika bertemu dengan orang tersebut, karena hal ini menyangkut wanita/anak-anak perempuan, khususnya anak saya.
Sebelum ke sekolah, ayah sebelumnya dia juga sudah menghubungi salah satu orangtua siswa teman anak saya yang juga menjadi korban, dan dia juga bersedia maju jika tidak ada tindakan dari sekolah.
Akhirnya ayah ke sekolah dan menemui langsung kepala sekolah di sana. Setelah dijelaskan maksud kedatangannya, sang kepala sekolah terkejut. Dari situ sepertinya bukti-bukti yang sudah diserahkan ke BK sekolah belum sampai ke beliau. Ayah menyampaikan bahwa jika tidak ada tindak lanjut dari sekolah, maka hal ini akan dilaporkan ke pihak yang berwajib.
Beberapa hari kemudian Ayah diminta datang kembali ke sekolah oleh kepsek. Di sana, dipanggillah anak saya baru kemudian si bapak guru tersebut. Saat masuk ruangan, bapak guru tersebut sudah terlihat pucat. Bapak guru tersebut kemudian diminta menandatangani surat perjanjian yang dia tulis tangan, yang isinya permintaan maaf kepada anak saya dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya tersebut. Kata anak saya, sewaktu menulis surat perjanjian tersebut tangannya gemetaran.
Setelah menandatangani surat itu, bapak guru tersebut masih tetap mengajar di sekolah tersebut. Kenapa tidak dikeluarkan saja? Ayah menyarankan agar si bapak tersebut tetap dipekerjakan di sekolah tersebut agar kita bisa "keep," menjaga dan mengawasinya. Karena jika dikeluarkan, dia akan mengajar di sekolah lain yang pihak sekolah yang baru tersebut tidak tahu latar belakangnya, maka akan mudah baginya mendapatkan mangsa baru.
Kami pribadi juga memaklumi jika bapak guru tersebut tidak dikeluarkan dari sekolah. Mungkin dia sudah berjanji dengan sungguh-sungguh untuk tidak mengulangi perbuatannya. Dan mungkin pihak sekolah juga merasa harus tetap menjaga nama baik sekolah, yang notabene adalah sekolah berbasis agama dan guru tersebut juga guru jurusan keagamaan. Jangan sampai salah satu gurunya dilaporkan ke pihak yang berwajib karena permasalahan pelecehan seksual yang tentunya akan sangat mencoreng nama sekolah tersebut.
Tentu saja kami masih tetap memantaunya lewat anak kami dan anak-anak tetangga yang kebetulan juga sekolah di sekolah tersebut. Dan setelah kejadian itu, sekolah tersebut juga langsung memasang CCTV di banyak tempat.
Bagi saya pribadi, saya merasa bersyukur anak saya mau membicarakan hal tersebut yang mungkin bagi anak seumuran SMP sudah mulai malas membicarakan hal-hal pribadi kepada orangtuanya. Dan saya juga bersyukur, bahwa dengan speak up-nya anak saya, maka kami bisa setidaknya memutus mata rantai yang bisa jadi hal itu menjadi trauma bagi anak-anak korban dari orang tersebut. Jangan sampai anak-anak yang lain mengalami hal traumatis tersebut, bahkan setelah anak saya lulus dari sekolah itu dan seterusnya.
Kisah ini saya ceritakan bukan untuk menjelekkan nama sekolah atau siapapun. Bahkan menurut saya, sekolah itu bagus, dan saya tidak keberatan menyekolahkan anak saya yang lain di sekolah itu juga. Tapi ini adalah salah satu kisah nyata tentang pentingnya “speak up, bicara,” dan juga pentingnya bagi kita sebagai orangtua untuk “aware,” mau mendengarkan dan peka terhadap anak. Mungkin di balik celoteh anak itu akan tersingkap sebuah rahasia besar, sebuah puncak dari gunung es yang kita tidak pernah tahu seberapa besar sesungguhnya besar gunung itu.
Cek juga tutorial menghias tumpeng : https://youtu.be/8YAUsn770A8
Baca juga : Buket Wisuda
Baca juga : Buket Uang
Baca juga : contoh-berbagai-macam-mahar-pernikahan
Baca juga : Contoh seserahan/mahar part 1
===========================================
Cek ig saya yang berisi tentang buket dan craft yang lainnya : Gabah Craft & Creative
Youtube Tutorial Craft : Syua Mada Craft & Creative
Youtube tentang perjalanan, budaya dan wisata : Syua Mada
Youtube tentang lirik lagu barat : Syua Mada Lirik
No comments:
Post a Comment