Saat kita bertemu dengan anak, remaja atau bahkan orang yang telah menginjak usia dewasa, yang menurut kita hidupnya berantakan, urakan, amburadul, hidup dari jalan ke jalan dan perilaku yang dianggap buruk sejenisnya, maka akan banyak orang yang bilang, “Maklum saja, dia kan dari keluarga broken home? Saya mengernyitkan dahi, “hmm, gitu ya…
Saya bertemu dengan banyak orang. Mulai dari orang yang kaya raya sampai yang kere, orang-orang kantoran sampai pengamen perempatan jalan, mahasiswa sampai yang SD saja tidak lulus. Dan sebagian dari mereka adalah teman-teman saya. Dan teman-teman saya ada yang alim, pemabuk, pemakai narkoba dan bahkan pelacur dan sebagainya. Dari mereka saya mendapat banyak cerita. Dari yang alim, saking alimnya, atau mungkin karena masih lugu (atau naïf), sampai dia tidak tahu,”curhat itu apa sih?” atau, “kondom itu apa?” Pertanyaan yang membuat kami tertawa untuk orang seusianya. Cerita si pemabuk karena bapaknya seperti itu, dan dia tidak perlu merasa takut akan dilarang ibunya, toh ibunya juga tidak perduli. Si pemakai narkoba yang katanya terjebak salah pergaulan. Dan si pelacur yang mengharapkan perhatian dan kasih sayang yang tidak dapatkan dari bapaknya. Yang kesemuanya itu garis besarnya karena “broken home.”
Saya lahir dari keluarga yang sederhana. Sejak bapak dan ibu saya berpisah (bukan bercerai, tapi pisah rumah, ibu tinggal di Jogja, sementara bapak tinggal di Jakarta dan menikah lagi) kami 3 anak-anaknya yang saat itu masih kecil ikut ibu. Keadaan tambah parah saat bapak tidak lagi memberi nafkah kepada kami. Ibu harus bekerja keras banting tulang untuk membiayai sekolah kami. Dan kami pun jadi terbiasa membantu ibu menyiapkan dagangan, sampai mengantarkannya ke warung-warung. Status ibu yang janda bukan, bersuami juga bukan, membuat banyak orang yang berfikiran negatif. Banyak godaan untuk ibu, mulai dari yang merayu secara halus, sampai terang-terangan mengatakan,”asal mau sama aku, anakmu aku biayai.” Beruntung walaupun keadaan ekonomi morat-marit, ibu bukan orang yang selemah itu. Keadaan ibu yang seperti itu berdampak pula pada kami, anak-anaknya. Mulai yang tidak dipercaya membawa uang arisan anak-anak kampung, karena takut ditilep, sampai di dalam bus umum, di depan orang-orang yang tak dikenal ada tetangga yang nyelentuk, bicara dengan keras, “Eh, ini lho anak yang ditinggal bapaknya kawin lagi.” Wow….
Setelah lulus SMP saya masuk STM yang jaraknya jauh dari rumah. Untuk menghemat biaya transportasi, atas tawaran seorang guru, saya tinggal di rumah mertuanya yang jaraknya dekat dari sekolah. Bisa dibilang saya jadi pembantu di situ, karena saya harus membersihkan rumah dan memasak setiap hari. Sampai lulus saya tinggal di situ. Hampir 4 tahun (waktu itu STM tempat saya belajar berjenjang 4 tahun). Waktu naik ke kelas 4, adikku seharusnya masuk SMA, tapi karena tidak ada biaya, teman-teman seangkatannya hari pertama masuk sekolah, dia hari pertama masuk kerja jadi buruh di pabrik plastik bekas. Beruntung sore harinya ibuku diberi tahu bahwa ada sekolah yang baru buka, gratis. Jadilah adiknya tidak jadi putus sekolah.
Baca juga : Rahasia awet muda
Lulus STM saya sebenarnya ingin kuliah, tapi karena tidak ada biaya saya langsung bekerja di Batam. Yang kata orang banyak sekali godaan di sana. Apalagi untuk anak-anak seusia kami yang baru saja lulus sekolah, menghirup kebebasan, jauh dari orang tua. Ya. Memang benar.
Saya merasa beruntung dulu masuk sekolah STM yang notabene mayoritas cowok dan tinggal di rumah mertua guru saya yang kebetulan juga adalah tempat kos mahasiswi. Jadi saya tidak perlu merasa canggung berada seasrama dengan teman-teman perempuan yang lain, dan saya juga tidak merasa perlu berebut perhatian dari kaum lelaki yang memang hanya seperlimanya di Batam (bahkan mungkin kurang).
Tapi di luar teman-teman seasrama dan teman-teman kerja, teman-teman saya dari luar memang kebanyakan laki-laki. Mungkin karena saya berasal dari STM, jadi saya mudah berbaur dengan mereka tanpa merasa salah tingkah atau sok jaga imej.. Jadi mereka juga enjoy saja berteman dengan saya. (Padahal sampai SMP saya termasuk anak yang pendiam dan jarang keluar rumah).
Di Batam semua bisa saja terjadi. Mulai dari pergaulan bebas, sampai narkoba. Saat baru datang, teman-teman saya bertaruh kalau saya nanti pasti gonta-ganti pacar, apalagi didukung wajah saya yang yah…lumayan cantik kalau kata saya … (Saya sempat ikut berbagai lomba modeling di Batam). Tapi sampai habis kontrak saya tidak punya pacar, semua hanya teman, karena waktu itu saya sudah punya pacar di kampung. Begitu juga saat teman-teman perempuan saya mengajak saya merokok, ke diskotik, dan sebagainya. Saya tetap pada pendirian saya. Sampai ada yang bilang,”Ah, nanti lama-lama juga ikut-ikutan.” Saya orangnya asik diajak berteman. Tapi saya juga punya batasan untuk diri saya sendiri. Saya menghormati mereka, dan mereka juga menghormati saya.
Habis kontrak kerja saya melanjutkan kuliah profesi satu tahun dengan biaya gaji terakhir saya di Batam. (Gaji sebelumnya sebagian saya kirimkan dan sebagian saya gunakan untuk mengikuti berbagai kursus dan kegiatan modeling). Lulus kuliah saya langsung bekerja, dan tinggal di kos. Otomatis sejak lulus SMP saya jarang ada di rumah. Hanya seminggu sekali saya pulang. Dan saat pulang adalah hari “rumpi nasional” buat saya. Sebab saat itu saya bisa berbagi cerita bersama ibu. Mulai dari pindah kerja, putus pacaran, sampai pacar saya saat ini dua. Makanya walaupun jarang pulang, saya tetap dekat dengan ibu, termasuk kakak dan adik saya.
Suatu hari saya bertemu dengan sebuah keluarga. Keluarga itu terlihat harmonis. Bapak dan ibu tampak mesra. Say I Love you saat di telfon, cipika-cipiki saat si bapak pergi, sering bepergian bersama. Saya berfikir, bahagianya keluarga ini. Sayang bapak ibuku tidak seperti itu.
Sampai suatu hari, setelah beberapa lama berinteraksi dengan keluarga tersebut, saya baru tahu, mungkin bapak ibunya memang terlihat romantis. Tapi bagaimana dengan anak-anaknya? Ada yang beberapa kali pindah kuliah sampai akhirnya DO dan hidup di jalanan.
Ada yang tidak menyelesaikan sekolahnya, ada pula yang pada awalnya dibanggakan karena bisa masuk universitas negeri favorit, ternyata kemudian diketahui bahwa ada perbuatannya yang sangat memalukan hingga merasa perlu dirahasiakan dari keluarga yang lain. Semakin saya banyak tahu tentang keluarga itu, semakin membuat saya pusing. Saya heran. Dari keluarga yang “baik-baik saja,” berpendidikan dan ekonomi yang bercukupan. Apanya yang salah.
Banyak pasangan menikah, meskipun katanya sudah tidak akur lagi…. “Tidak ada kecocokan lagi” kalau kata para selebritis, tapi mereka tetap terus mempertahankan pernikahannya… katanya demi anak…. Kalau saya kok nggak gitu ya….
Kalau kita sudah tidak bisa sejalan dengan pasangan kita, kalau kita paksakan untuk tetap terus bersama, maka yang akan terjadi adalah saling menyakiti hati satu sama lain, bukan hanya pasangan yang merasa tersiksa, anak-anak pun akan merasakan dampaknya, walaupun mungkin mereka tidak bicara. Kalau memang sudah tidak bisa bersama, untuk apa terus memaksakan diri untuk tetap bersama.
Kalau menurut saya, bukan masalah pasangan bercerai atau tidak, mungkin lebih kepada gaiaimana orangtua membekali anak-anaknya, dan bagaimana anak membentengi diri sendiri dan bukan mencari alasan yang sia-sia.
Saya merasa bangga dengan keadaan saya saat ini. Walaupun kata orang saya berasal dari keluarga yang “Broken Home” toh saya dan saudara-saudara saya masih berada “di jalan yang benar.” Saya bangga dengan ibu saya (yang tidak berpendidikan) yang telah mendidik saya menjadi orang yang “kuat.” Dan saya juga berterimakasih kepada bapak saya, walaupun telah mentelantarkan kami, tapi dari bapaklah kami dipaksa untuk berjuang.
Dari sini saya banyak mengambil pelajaran. Bukan tentang kamu berasal dari mana, bagaimana keluargamu. Tetapi tentang bagaimana kamu menghadapinya. Jangan mencari alasan untuk menyalahkan orang tuamu. Dan jangan pula merasa bersalah atas keputusan mereka. Tapi carilah alasan untukmu berjuang.
So.... Broken Home?! So What Gitu Lho!!!
==============================================
Cek juga tutorial menghias tumpeng : https://youtu.be/8YAUsn770A8
Baca juga : Buket Wisuda
Baca juga : Buket Uang
Baca juga : contoh-berbagai-macam-mahar-pernikahan
Baca juga : Contoh seserahan/mahar part 1
===========================================
Cek ig saya yang berisi tentang buket dan craft yang lainnya : Gabah Craft & Creative
Youtube Tutorial Craft : Syua Mada Craft & Creative
Youtube tentang perjalanan, budaya dan wisata : Syua Mada
Youtube tentang lirik lagu barat : Syua Mada Lirik
nice story.. semangat bu!
ReplyDeleteYup... Semangat!!!!
Delete