Anaknya Sudah Bisa Membaca Bu?
Pertanyaan itu seringkali muncul terutama di masa-masa tahun
ajaran baru untuk anak-anak yang memasuki usia SD.
Dulu waktu masih kecil, aku biasa membacakan buku untuk
Ranka, biasanya menjelang tidur dia minta dibacakan buku. Buku Favorit yang
sering aku bacakan adalah buku bilingual “Don’t Be Affraid My Little Ones,
Jangan Takut Anakku,” karya M. Christna Butler & Caroline Pedler. Selain
itu aku juga memberi gambar-gambar
untuknya. Setelah adiknya lahir, intensitas membaca buku jadi berkurang.
Sebagai gantinya, aku juga sering memutarkan video tentang A B C D dan
sejenisnya. Walaupun di rumah ada banyak buku dan sering diputarkan video
edukasi, tapi secara khusus aku tidak pernah mengajarinya membaca secara
langsung.
Dari buku-buku, majalah ataupun internet yang pernah aku
baca, anak usia dini sebaiknya tidak diajarkan untuk membaca dulu. Bahkan setahu
saya, TK sekarang lebih sering tidak duduk di kursi, tapi lesehan, dengan
anggapan bahwa usia mereka adalah usia bermain, bukan belajar di meja seperti
pada umumnya anak belajar. Memaksakan anak belajar membaca terlalu dini
ditakutkan anak akan mengalami kejenuhan membaca di saat yang seharusnya dia
rajin membaca. Bisa saja anak sudah pintar membaca pada usia dini, tapi mungkin
saat kelas 3 atau 4 SD dia mulai mengalami kebosanan. Teman2 lain sedang
senang-senangnya membaca, dia sudah jenuh.
Saat ini Ranka sudah TK B, rencananya tahun ini masuk SD.
Dulu, Bu Guru TKnya pernah menanyakan ke kami, RanKa besok masih TK atau mau
melanjutkan ke SD? Waktu itu jawaban kami Ranka masih TK saja. Mengingat
umurnya yang baru 6th 2bln bulan Juni nanti. Sedangkan standard masuk SD adalah usia 7th. Suatu saat
ada ibu-ibu wali murid lain menanyakan Ranka besok TK atau SD? Saya jawab,
masih TK, iya kan Bu Guru, yang kebetulan di dekat situ ada Bu Gurunya. Bu Guru
tadi menjawab, iya Ranka, A, B, C, D (dia menyebutkan nama anak yang lain)
masih TK, kalau X sudah SD karena sudah bisa membaca. Saya sebenarnya agak
kaget mendengar jawaban ibu guru tadi. Bukan masalah Ranka yang masih TK, tapi alasan
untuk anak lain yang masuk SD karena sudah bisa membaca, padahal umurnya masih
di bawah Ranka.
Baca juga : Rahasia awet muda
Dari berbagai literature, dikatakan bahwa anak usia dini (TK)
jangan diajarkan membaca dulu, tapi pada kenyataannya, kebanyakan SD
mensyaratkan agar siswa yang baru masuk sudah bisa membaca. Bahkan saat
mendaftar masuk SD (terutama SD favorit) diadakan tes membaca. Dari jawaban Bu
Guru tadi, dan juga kenyataan di lapangan, tentunya itu membingungkan para
orang tua. Bagaimana bisa kalau TK saja tidak boleh diajarkan membaca, tapi
masuk SD sudah harus bisa membaca. Padahal dari dulu aku santai-santai saja
untuk urusan kemampuan membaca Ranka.
Akhirnya untuk mengejar ketertinggalannya, Ranka kami
mintakan les tambahan ke bu Guru. Jadilah Ranka seminggu tiga kali les privat
sendiri sepulang sekolah. Setelah dua bulan, kami lihat kemampuan membacanya
sudah banyak peningkatan. Memang kalau untuk menulis dia masih agak kesulitan. Dia
kalau menulis sering terbalik, baik huruf maupun urutannya. Jadi kalau biasanya
orang lain menulis dari kiri ke arah kanan, dia dari kanan ke arah kiri dengan
huruf yang juga terbalik. Jadi kalau membaca memakai cermin, maka kita akan
bisa membacanya dengan benar.
Seperti diketahui, Ranka anak kidal, dan kalau aku
perhatikan, Ranka juga mengalami kecenderungan apa yang disebut Disleksia. Semacam
kesulitan membaca karena kelainan syaraf otaknya. Aku sendiri berfikir, mungkin
karena kejang selama setengah jam yang dulu pernah dia alami setelah demam
tinggi mungkin telah menyebabkan kerusakan syaraf otaknya. Mengingat simboknya
saja SD dari kelas satu sampai kelas enam selalu juara satu, SMP maksimal rangking
6, dan masuk sekolah kejuruan Favorit. Tidak langsung kuliah karena tidak ada
biaya, setelah bekerja bisa membiayai kuliah sendiri di dua tempat yang berbeda
(walaupun akhirnya yang satu tidak selesai karena keburu nikah... ha..ha...). Jadi
agak aneh rasanya kalau Ranka agak lambat beradaptasi dalam belajar. Karena itu
pula sekarang Ranka ikut les menari, karena dia lebih interest di seni tari
daripada harus belajar membaca dan menulis. (Dia juga sudah beberapa kali ikut pentas tari). Dia lebih betah menari 3 jam terus
menerus dari pada belajar selama 15 menit. Kadang untuk mengakalinya belajar
baca tulis, nanti dia aku minta menggambar atau menggunting, kemudian ditulis
benda apa yang dia gambar itu.
Apapun itu, aku berharap Ranka bisa mengikuti apa yang menjadi
minatnya. Dia les membaca karena memang harus bisa membaca. Untuk selanjutnya
terserah dia mau memilih bidang apa yang dia sukai. Kami selaku orang tuanya
tidak keberatan kalau ternyata dia memilih sekolah seni atau yang lain dari
pada sekolah formal.
Untuk Yua, adiknya, karena melihat kakaknya belajar, secara
otomatis dia juga ikut belajar, walaupun kadang justru menganggu, kalau sudah
begitu biasanya belajarnya berhenti, diganti acara menari....
Bagi orang tua lain tentu punya gambaran sendiri kapan
anaknya akan mulai belajar baca tulis. Setiap anak mempunyai kesiapan yang
berbeda. Ada yang tanpa disuruh sudah rajin belajar atas keinginan sendiri, ada
juga yang harus diberi semangat lebih agar dia mau belajar. Mungkin di situlah
letak tanggung jawab orang tua untuk membimbingnya.
==============================================
Cek juga tutorial menghias tumpeng : https://youtu.be/8YAUsn770A8
Baca juga : Buket Wisuda
Baca juga : Buket Uang
Baca juga : contoh-berbagai-macam-mahar-pernikahan
Baca juga : Contoh seserahan/mahar part 1
===========================================
Cek ig saya yang berisi tentang buket dan craft yang lainnya : Gabah Craft & Creative
Youtube Tutorial Craft : Syua Mada Craft & Creative
Youtube tentang perjalanan, budaya dan wisata : Syua Mada
Youtube tentang lirik lagu barat : Syua Mada Lirik
No comments:
Post a Comment