Di sini saya hanya akan membicarakan dari sisi anak, baik itu remaja maupun menginjak dewasa.
Bisa dipahami bahwa saat orangtua bercerai, sebelum, saat proses dan setelah bercerai, bukan hanya orangtua yang merasa stress, anak-anak pun juga akan merasakannya. Perasaan sedih, marah, kecewa bahkan perasaan bersalah mungkin juga ada. Itu adalah perasaan yang manusiawi. Mungkin untuk beberapa lama, mungkin bisa bulanan bahkan tahunan. Itu bisa dimaklumi. Yang perlu diperhatikan adalah bagaimana selanjutnya kita me-manage perasaan itu agar menjadi lebih baik.
Dari sisi aku sebagai anak
Pertama yang harus dipahami adalah bahwa itu wajar saja jika kita merasa sedih, marah dan kecewa saat orangtua kita bercerai. Pada tahap-tahap awal kita bisa merasa sangat stress, bahkan mungkin merasa malu saat akan keluar rumah. Malas melewati pandangan tetangga yang melihat kita dengan tatapan yang aneh, atau malas mendengar nasehat yang mengatakan kepada kita kalau kita harus bersabar.
Tapi, tahukah kamu, ini adalah saat yang tepat untuk kita “menikmati” perasaan itu. Kenapa menikmati? Gila apa menikmati kesedihan!!! Tanamkan di benak kita bahwa, ini adalah masa yang sulit, aku stress, aku bersedih, aku marah, aku kecewa. Iya… aku berada di masa itu sekarang. Aku meminta waktu dan aku memberi waktu untuk diriku sendiri untuk menjalaninya dan menghadapinya. Tapi aku tahu itu harus segera berakhir.
Menanamkan di hati dan pikiran bahwa ini adalah bagian dari perjalanan hidup kita yang harus kita hadapi. Dan bahwa jutaan orang di luar sana banyak mengalami kejadian yang lebih buruk, tapi bisa bertahan, maka kita juga harus bisa. Menghipnotis diri sendiri untuk menerima, menikmati dan melepaskan semua kekacauan di hati.
Melihat permasalahan dari sisi orangtua
Sebagai anak, kita mungkin tidak tahu atau tidak diberitahu permasalahan seperti apa yang sebenarnya yang membuat mereka memutuskan untuk bercerai. Mungkin masalah ekonomi, perselingkuhan, KDRT atau masalah seksual. Bisa jadi malah semua kategori tersebut masuk jadi satu.
Atau masalah peran dan tanggungjawab suami istri yang kurang. Bisa juga karena peran mertua (orangtua salah satu pihak yaitu kakek/nenek kita) yang terlalu mendominasi rumah tangga anaknya.
Saat orangtua kita bercerai, mereka pastinya sudah memikirkan hal itu masak-masak. Mungkin sebenarnya permasalahan itu sudah lama ada, tapi orangtua masih mencoba untuk bertahan, demi apa? Demi anak-anak (katanya).
Tapi sebagai anak, pernahkan kita berfikir, jika orangtua kita memaksakan diri untuk terus bersama, pasti ada salah satu pihak yang akan terus merasa tersakiti. Bagaimana bisa kita meminta “permakluman” orangtua agar demi kita, anaknya, salah satu dari mereka harus tersakiti terus-menerus.
Sebagai anak, apa iya kita merasa nyaman saat melihat orangtua sering bertengkar di rumah, saling menyalahkan, saling berkata kasar. Bagaimana perasaan kita jika setiap hari melihat salah satu orang tua kita diperlakukan kasar atau bahkan dipukuli.
Atau bahkan justru orang tua kita saling mendiamkan dan sama sekali tidak mau berkomunikasi. Satu datang, satu pergi. Sama-sama dalam satu ruangan tapi tidak mau saling berbicara atau malah tidak mau saling menatap. Sungguh, itu adalah suasanya yang sangat tidak nyaman.
Dengan memahami bahwa orangtua juga punya hak untuk mendapat kebahagiaannya sendiri. Jika mereka bercerai, maka mereka mempunyai kesempatan untuk bisa memperbaiki kehidupan mereka selanjutnya.
Saat kita sudah menjadi “lebih dewasa,” kita akan melihat oh iya, mereka punya permasalahan sendiri. Kita tidak perlu menyalahkan ibu atau ayah. Mereka punya andil masing-masing. Ayah ada salahnya, ada benarnya. Ibu juga ada salahnya ada benarnya. Hanya saja mereka sudah tidak sepemikiran lagi. Dan kita sebagai anak harus menghormati keputusan mereka tanpa perlu menghakimi mereka. Suatu saat kita akan tahu kebenarannya.
Baca juga : Rahasia awet muda
Bagimana selanjutnya sikap kita terhadap mereka? Setelah mereka bercerai, beri waktu untuk mereka (dan diri sendiri) untuk melalui masa-masa transisi tanpa menghakimi siapapun. Jika memungkinkan tetaplah berkomunikasi terhadap keduanya. Kita mungkin akan ikut ayah atau ibu. Jika ikut ibu, sekali-sekali cobalah menghubungi ayah untuk sekedar berbincang. Begitu juga sebaliknya. Jika salahsatu pihak mencoba menjelek-jelekkan pihak yang lain, tidak perlu langsung terpancing emosi. Itu mungkin adalah luapan kekecewaan dan kemarahan terhadap pihak yang lain. Cukup kita dengarkan saja. Tetaplah berusaha di pihak netral, karena mereka berdua punya andil masing-masing.
Jika kita tahu salah satu pihak merupakan pihak yang dirugikan, kita bisa memberinya dukungan. Misalnya dengan mengatakan bahwa kita menghormati keputusannya, kita tahu bahwa itu untuk kebaikan bersama, dan mari kita sama-sama menjalani ini dengan lebih baik.
Gampang ngomong!!! Coba kalau ngerasain sendiri…!!!!
Saya juga berasal dari keluarga broken home. Sejak kecil saja tinggal dengan ibu, bapak bekerja di lain kota. Ketika tahu bapak saya menikah lagi, saat itu saya masih SMP akhir, menjelang ujian kelulusan, saya juga sangat kecewa, sampai-sampai tidak mau belajar lagi. Tetapi untunglah masih bisa diterima di STM favorit.
Saat itu yang saya tahu (karena saya selalu dengan ibu) yang salah pasti bapak. Tetapi setelah dewasa akhirnya saya bisa melihat dengan kacamata yang lebih luas. Oh iya, bapak memang salah. Tetapi masing-masing juga punya andil kesalahan.
Sekarang menjelang kehidupan masa senja mereka, saya hanya mengatakan kepada ibu (karena saya tinggal dengan ibu) bahwa saya berdoa agar ibu dan bapak bisa menjalani sisa hidup mereka dengan perasaan yang ikhlas, saling memaafkan, tanpa menyimpan amarah untuk satu sama lain. Perasaan marah dan kecewa itu pasti tidak bisa dilupakan, tapi bisa diendapkan sebagai bagian dari masa lalu. Tidak perlu untuk bisa bersama lagi, yang lebih penting adalah saling mengikhlaskan.
***********
Kalau hal-hal di atas adalah untuk manajemen hati, bagaimana dengan kehidupan “real” sehari-hari? Apa yang bisa kita lakukan?
1. Jangan sekali-kali menjerumuskan diri ke dalam lingkungan yang negatif. Jangan “menjadikan bodoh” diri kita sendiri dengan bertindak yang aneh-aneh dengan alasan menenangkan diri. Misalnya minum-minum, drug atau bahkan freeseks. You will regret it!!!
2. Ubah penampilan? Potongan rambut baru? Warna rambut baru? Style berpakaian yang lebih keren? OK…OK… It’s make a sense. Penampilan baru, suasana baru.
Tapi saran saya, jangan sekali-sekali mencoba untuk membuat tato atau membuat tindik (untuk laki-laki). Saya yakin suatu saat anda akan menyesalinya.
Lakukan perubahan penampilan yang itu hanya temporary.
3. Tetap lakukan kegiatan seperti biasa. Sekolah, kuliah, bekerja. Tetap fokus dengan kegiatan anda.
4. Cobalah ubah rute perjalanan anda. Jika biasanya selalu melewati rute A, cobalah untuk melewati rute yang lain. Menelusuri jalan-jalan baru… Get loss… Mungkin kita akan tersesat di jalan, tapi itu akan memberi pengalaman baru untuk kita. Masak sih..??? Coba saja….
5. Beberes kamar, rumah atau berkebun. Ini adalah cara murah dan mudah untuk mendapatkan atmosfer yang baru.
Ubah tata letak kamar, cat warna baru, poster atau wallpapper baru. Lihat Piterest untuk mendapatkan inspirasi.
6. Hang out. Bisa mengajak teman atau bisa sendiri. Saya sendiri lebih senang kalau ke mana-mana sendiri. Duduk di dalam bus di sebelah kaca, menikmati pemandangan di luar, apalagi saat menjelang senja… hmm… syadu. Menyusuri Malioboro serasa berada di “runaway”, (serasa paling cantik karena yang lain cuma penonton… hi..hi…).
7. Masuk ke cafe sendiri, menikmati musik tanpa harus ada interupsi karena harus mengobrol dengan orang lain (teman). Lupakan diet, pesan kudapan manis dan coklat hangat. Enjoy your time…
8. Cari kegiatan baru, les muaythai misalnya.
9. Yang pasti, tetaplah berdoa beribadah. Karena hanya kepada Tuhanlah kita berserah diri. Klise? Iya… Tapi akan sangat mujarab ketika kita menangis di hadapannya dan menyadari itu semua akan kembali kepada-Nya.
Tips di atas bukan hanya untuk menghilangkan stress paska orangtua bercerai, bisa juga saat kita habis putus dari pacar??? hmm… atau bisa juga saat kita merasa penat dengan rutinitas sehari-hari.
Sekian tulisan ini. Yang pasti, kehidupan ini akan selalu berjalan. Tak perlulah mengikuti pepatah “habis gelap terbitlah terang, karena gelap atau terang akan selalu ada. Hanya saja tergantung kepada kita bagaimana cara kita menghadapinya.
Saya selalu mengatakan kepada anak-anak saja, “Jika kamu takut akan sesuatu, hadapi saja, maka setelah hal itu kamu lewati, ketakutanmu akan hilang.
Mari kita menjalani kehidupan dengan lebih baik, membahagiakan diri sendiri akan ber-impack baik untuk kehidupan kita selanjutnya dan juga untuk lingkungan sekitar.
Cek juga tutorial menghias tumpeng : https://youtu.be/8YAUsn770A8
Baca juga : Buket Wisuda
Baca juga : Buket Uang
Baca juga : contoh-berbagai-macam-mahar-pernikahan
Baca juga : Contoh seserahan/mahar part 1
===========================================
Cek ig saya yang berisi tentang buket dan craft yang lainnya : Gabah Craft & Creative
Youtube Tutorial Craft : Syua Mada Craft & Creative
Youtube tentang perjalanan, budaya dan wisata : Syua Mada
Youtube tentang lirik lagu barat : Syua Mada Lirik
No comments:
Post a Comment