Pada suatu masa....datanglah kepadaku seseorang....dia berkata... Mbak, aku seperti ini apakah karena hasil didikan orangtuaku dulu opo yo...? btw usianya sudah hampir 30th.
Dia beberapa kali datang ke rumah, berkeluh kesah tentang drama pecintaannya, yang sebenarnya aku dan suamiku sudah sering memberikan saran yang sama, tetapi dia tetap saja kembali ke jalan itu.
Ada lagi orang lain, dia berkeluh kesah dia menjadi seperti ini karena dulu ibunya bla..bla..bla... Saat ini dia menjadi single parent dengan satu orang anak.
***
Saat kamu masih anak-anak, masih remaja, mungkin orang lain bisa menyalahkan orang tuamu karena bagaimana cara dia mendidikmu.
Tapi pada saat orang sudah dewasa, maka kita sudah mempunyai bekal pemikiran dan pengalaman yang cukup untuk membuat kita bisa mengambil keputusan yang lebih bijaksana yang bisa kita pertanggungjawabkan sendiri.
Ketika kamu bilang, "aku seperti ini kan karena didikan orang tuaku dulu..."
Oh tidak sayang.... kamu sudah dewasa, kamu sudah bisa berfikir, kamu sudah bisa membedakan baik buruk, benar salah, kamu sudah harus bertanggung jawab atas semua keputusanmu. Semua keputusanmu adalah tanggung jawabmu sendiri.
Kalau kamu masih menyalahkan orangtuamu atas didikannya kepadamu dahulu, itu sebenarnya adalah egomu yang ingin menang sendiri, ingin melimpahkan kesalahanmu ke orang lain, cuci tangan...
Terus... aku harus bagaimana....
Saat kamu berasal dari keluarga broken home, perasaan marah dan kecewa dan juga sakit hati kepada orang tua, itu pasti ada. Tapi seiring bertambahnya usiamu, kamu seharusnya juga bisa mawas diri.
Saat dirimu gagal berumah tangga, bukan berarti kamu juga harus gagal menjadi orang tua.
Saat ini posisimu bukanlah tentang bagaimana aku, tapi bagaimana anak-anakku.
Untuk bisa memikirkan bagaimana anakku, selesaikan dulu "dirimu."
Orang yang telah "selesai" dengan diri sendiri, akan bisa lebih "menyelesaikan" masalahnya dengan anaknya.
Dulu sewaktu aku tahu bapakku menikah lagi, tentu saja hancur hatiku, kecewa. Tapi aku melihat ibuku orang yang kuat, tidak pernah meninggalkan anak-anaknya, selalu berusaha sekuat tenaga untuk bisa memenuhi kebutuhan dasar anak-anaknya, membuat aku juga bisa melalui masa itu.
Seiring bertambahnya usia, aku semakin bisa menerima bahwa, oh iya... setiap keluarga pasti punya permasalahannya sendiri-sendiri. Setiap pasangan pasti punya alasannya sendiri-sendiri kenapa dia begini, kenapa dia begitu. Aku hanya perlu memposisikan diriku di luar mereka, membiarkan mereka mencari jalan keluar mereka sendiri, sedangkan aku bisa mencari jalanku sendiri tanpa merugikan mereka.
Ketika aku sadar berasal dari keluarga broken home, maka yang menjadi tujuanku adalah bagaimana aku bisa berdamai dengan diri sendiri, urusan orang tua biarlah menjadi urusan mereka, aku harus bisa berjuang untuk hidupku sendiri, menjadi pribadi yang positif.
Setelah menjadi orang tua, aku harus bisa menciptakan bagaimana membuat lingkungan yang baik untuk anak-anakku. Menjadikan diriku sebagai sumber ilmu, sumber informasi dan juga guru bagi anak-anakku.
Kamu sih enak, ada suami yang menanggung kamu, aku kan single parent...
Ok. Maka aku akan melihat bagaimana aku dibesarkan oleh seorang single parent yang pendidikannya hanya sampai kelas 5 SD, yang bisa mendidik anak-anaknya menjadi orang-orang yang "lurus-lurus saja." tidak seperti anak-anak yang ditempeli label produk broken home yang lainnya.
Jika menjadi single parent, bukankah seharusnya kamu justru fokus bagaimana kamu mendidik anakmu. Jika kau memikirkan dirimu sendiri, aku kan butuh hiburan...!
Sesungguhnya anak yang ada di depanmu itulah sebaik-baiknya hiburanmu. Jika kau menjaganya dengan benar, jika kau mendidiknya dengan benar, maka dia akan menjadi pengobat lukamu, dialah yang akan menjadi kekuatanmu.
Jika kau menjadi single parent, bukankah seharusnya itu menjadi acuanmu untuk bisa membawa energi positif untuknya. Jangan sampai dia menjadi korban keegoisanmu, kemarahanmu.
Jika kamu beralasan, aku seperti ini karena didikan orang tuaku dulu, maka jangan sampai anakmu mempunyai alasan yang sama terhadapmu.
Broken home boleh saja terjadi, karena itu mungkin jalan terbaik untuk kalian berdua (menurut kalian), tapi jangan sampai kalian menciptakan "broken Kid" karena keegoisan kalian.
Menurutku, selama mantan pasangan kita itu bukan seorang yang ringan tangan, pelaku KDRT, atau bukan seorang pedofil, maka dia tetap berhak terhadap anaknya, berhak bertemu anaknya dan tetap berkewajiban ikut serta mendidik anaknya, jika dia ayahnya, maka dia tetap wajib memberikan nafkahnya.
Bagiku, jika seorang ibu atau ayah tidak diperbolehkan menemui anaknya, maka sebenarnya itulah adalah keegoisan orang tua. Biarkan anak tetap mengenal masing-masing orangtuanya dengan cara dia sendiri. Toh saat dia besar nanti, dia akan bisa menilai sendiri bagaimana orang tuanya.
Jika kita berasal dari keluarga broken home atau kita sendiri pelaku broken home, maka jangan sampai kita mewariskan semua kemarahan dan kekecewaan itu ke anak kita.
Bagi aku, istilah broken home itu tidak ada, yang ada adalah "perjalanan"
Part 1 ada di Link berikut yaa...
https://iwitwijirahayu.blogspot.com/2011/04/broken-home-so-what-gitu-lho.html
No comments:
Post a Comment